Dalam keterangan resminya, Yaqut menjelaskan, penggunaan pengeras suara di masjid dan musholla merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat.
Hanya saja diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial. Sebab masyarakat Indonesia penuh ragam, baik agama, keyakinan dan latar belakang.
“Pedoman ini diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan di masyarakat,” kata Yaqut di Jakarta, Senin kemarin, 21 Februari 2022.
Sontak ramai suara bernada pro dan kontra atas edaran tersebut. Menanggapi masalah ini Sekjen MUI Sulsel DR KH Muammar Bakry Lc MA menyatakan perlu direspon secara obyektif dan proporsional.
Menurutnya edaran yang dikeluarkan Menteri Agama perlu disikapi secara arif, bijaksana dan secara positif untuk disosialisasikan ke seluruh pengurus masjid yang ada di Indonesia.
“Aturan pengeras suara di masjid sebenarnya sudah lama dibahas oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan memang perlu dimaksimalkan sosialisasinya dengan baik. Pengeras suara masjid memang harus disesuaikan dengan kebutuhan masjid. Misalnya suara imam diperdengarkan untuk jamaah yang ada di dalam masjid saja,” urainya.
Adapun suara adzan harus dimaksimalkan minimal terdengar oleh jamaah tetap yang ada di sekitarnya saja.
Muammar melanjutkan suara pengantar adzan atau mengaji juga harus dimaksimalkan waktunya. Banyak kasus yang terjadi di masyarakat yang membunyikan pengantar adzan sampai 30 menit lamanya padahal yang datang hanya jamaah tetap saja.
“Intinya kita menyambut secara arif apa yang dikeluarkan Menteri Agama karena sudah tepat misalnya waktu pengantar adzan maksimal 5-10 menit saja,” ujarnya.■ irfan
Komentar