oleh

Kebahagiaan Tak Dilandasi Keimanan Akan Persempit Kehidupan

-Opini-282 views

■ Oleh :DR H Munawir Kamaluddin SH MH MA, Anggota Komisi Hukum dan HAM MUI Sulsel

OPINI, muisulsel.com — Setiap manusia pasti menginginkan kebahagiaan hidup di dunia. Banyak kita temukan di masyarakat tentang cara mendapatkan kebahagiaan bahkan ada yang memperolehnya dengan kecurangan.

Dalam Islam kebahagian yang hakiki adalah ketika kita mampu meningkatkan kadar keimanan kepada Allah. Umat Islam yang taat akan mencari kebahagiaan berdasarkan petunjuk Allah dan Rasulnya.

Dalam sejarah kita membaca para hartawan dan pemimpin terkenal terdahulu bunuh diri karena tak memperoleh kebahagiaan dengan harta dan kekuasaan yang mereka miliki.

Harta yang kita peroleh juga tidak ada keberkahan jika dalam mencarinya tidak dilandasi dengan petunjuk Allah dan RasulNya.

“Aku tinggalkan di tengah kalian, jika kalian berpegang-teguh dengannya, maka tidak akan sesat, ‘Kitabullah dan sunnahku”. [HR. Al-Hâkim). Hadits nabi ini harus kita pahami sebagai landasan untuk setiap aktifitas kehidupan kita untuk tetap berlandaskan sunatullah di dalam mencari kebahagiaan.

Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) bagi mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa. (QS Al An’am:44).

Ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa ada orang yang diberi kesenangan oleh Allah namun mereka malah menjauh dan tidak bersyukur sehingga Allah cabut seketika nikmat itu atau memberi balasan di hari akhirat nanti. Istilah ini dinamakan istidraj.

Tanda lain tertimpa istidraj adalah dilimpahi ketenangan hidup, sementara diri sendiri tak lepas dari kegiatan maksiat. Orang-orang yang terjebak dalam istidraj justru menyombongkan kenikmatan hidup yang dia peroleh.

Dari alasan singkat ini menjadi pelajaran bagi kaum muslimin agar senantiasa membekali kebahagiaan dengan keimanan yang kokoh dan tegar. Harta, jabatan dan pangkat yang kita peroleh tidak mampu mendatangkan kebahagiaan yang kita inginkan.(irfan)

(sumber:mui.or.id)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed